Luar biasa. Itu kata yang pantas
diucapkan. Timnas U 19 melibas Korea Selatan dan lolos ke Piala Asia U
19 di Myanmar tahun depan. Sebetulnya jalan ke kemenangan diretas sejak
kemenangan di Piala AFF. Tiba-tiba Timnas Indonesia U 19 menjadi bahan
pembicaraan. Kini catatan itu bertambah, lolos ke Piala Asia dengan
menyingkirkan juara 12 kali Piala Asia U 19 sekaligus juara bertahan,
Korea Selatan.
Setelah menjuarai Piala AFF U 19 dengan
melibas Vietnam, Timnas U 19 disanjung dan dipuja. Permainan apik, penuh
tenaga, dengan VO2 Max tinggi menjadi ciri para pemain. Strategi apapun
yang diterapkan oleh pelatih mudah dilakasanakan karena tenaga yang
sangat kuat. Timnas U 19 ini mampu bermain konstan tanpa kendor selama
90 menit, bahkan 120 menit - dibuktikan ketika melawan Vietnam di final
Piala AFF. Luar biasa.
Sebelumnya, selama 22 tahun Timnas
Sepakbola Indonesia tak pernah menang sebagai juara di kawasan Asia
Tenggara. Untuk ukuran Asia apalagi sejak lahirnya Indonesia 68 tahun
lalu, belum pernah menjuarai turnamen apapun. Lalu selama tujuh dekade
ngapain saja sepakbola Indonesia? Apakah Timnas Indonesia tidak pernah
ikut turnamen? Ataukah Timnas Indonesia malas berlatih? Bukan. Lalu?
Catatan sepakbola Indonesia sebenarnya
pada tahun 1960-1970-1980-an pernah juara di level U-19. Prestasi ketika
ditangani Sinyo Aliandou, Timnas Indonesia Senior bahkan tinggal
selangkah nyaris masuk Piala Dunia. Penghadangnya Korea Selatan. Hanya
karena kalah 2-0 di Seoul dan 4-0 di Jakarta, Timnas Indonesia dengan
Dede Sulaiman dkk gagal lolos ke Piala Dunia. Tahun 1984, Timnas
Indonesia bahkan lolos ke Semifinal Sepakbola Asian Games, 4 besar. Luar
biasa.
Sejak saat itu bayang=bayang
ketidakyakinan muncul. Jangakan lawan Korea, melawan Thailand dan
Malaysia, bahkan negeri pelindung koruptor Singapura, Timnas Indonesia
senior sampai junior akan pontang-panting dan ketakutan: kalah sebelum
bertanding. Minder. Tak yakin. Dan loyo.
Maka, kemenangan U 19 di ajang Piala AFF
tampaknya menjadi momentum tumbuhnya rasa percaya diri. Pelatih Timnas
Indonesia, Indra Sjafri, memiliki para pemain yang memiliki skill bagus.
Evan Dimas, Zulfiandi, Muchlis, Maldini, menjadi kekuatan yang sangat
menarik. Tenaga, visi permainan menjadi kunci kemenangan dan penampilan
apik tim secara keseluruhan. Di bagian belakang, selain Ravi Murdianto,
para pemain bertahan Indonesia juga sangat disiplin dan mampu membaca
pergerakan dan arah bola.
Pertandingan melawan Korea Selatan
dijadikan bukti oleh pelatih Indra Sjafri, bahwa Indonesia tak kalah
dengan Korea. Sejarah panjang sepakbola masa lalu, dan pemain besar
seperti Hery Kiswanto, Iswadi Idris, Ronny Pattinassarany, Ronny Paslah
dan lain-lain yang tak gentar melawan tim Asia, menjadi motivasi bagi
Timnas U 19 ini.
Timnas U 19 ini harus dijadikan momentum
bagi pengurus PSSI agar (1) jangan suka titip pemain agar main di
Timnas, (2) membina pemain agar jangan menyentuh narkoba dan keluyuran
malam, (3) menjauhkan pergaulan buruk dengan artis sinetron, (3)
melatih, memantau dan membina pemain sepakbola secara professional.
Dengan demikian, Timnas U 19 ini bisa menjadi momentum bagi perkembangan
sepakbola Indonesia, bukan hanya euphoria sesaat saja.
Timnas U 23, dan bahkan Timnas Senior
yang sebentar lagi berlaga melawan China, Iraq, dan Arab Saudi harus
belajar berlari-lari agar VO2 max-nya bagus seperti anak-anak U 19,
beristirahat di rumah - bukan di diskotek melulu, berlatih sepakbola -
bukan sinetron, dan bermain dengan semangat tinggi. Teladan itu ada pada
anak-anak U 19, bukan U 23 atau bahkan Timnas Senior yang hanya mampu
bermain baik sampai masa menit ke-70. Sehabis menit ke 70 loyo karena
banyak minum alcohol dan rokok.
Selamat. Proficiat. Sukses. Bangga dengan Timnas U 19 Indonesia - bukan Timnas Senior loyo!
No comments:
Post a Comment